Selamat datang di Kawasan Penyair Jawa Timur Terima kasih atas kunjungan Anda

Senin, 15 Oktober 2007

Yusri Fajar


Yusri Fajar
(Malang)

Lahir pada tanggal 17 Mei 1977. Tinggal di Malang Jawa Timur. Menggeluti penulisan puisi sejak di sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia adalah alumnus Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember Jatim. Selama kuliah menjadi Pengurus Bidang Puisi Dewan Kesenian Kampus Fak. Sastra Unej. Sejak tahun 2004 menjadi Staf Pengajar tetap di Program Bahasa dan Sastra Universitas Brawijaya Malang dan membina Teater di Program yang sama. Tahun 1998 Puisinya menjadi runner-up lomba puisi yang diadakan oleh Koran Suara Indonesia. Pada Tahun yang sama puisinya juga menjadi juara lomba puisi reformasi yang diadakan oleh radio Prosalina FM Jember. Sementara Tahun 2001 Puisinya menjuarai lomba cipta puisi yang diadakan oleh Forkom Kader Bangsa Jawa Timur dan Dewan Kesenian Malang. Puisi-puisi, cerpen dan artikelnya pernah disiarkan di Koran Surya, Surabaya News, Tabloid Nurani, Majalah Suara Muhammadiyah Yogyakarta, Malang Pos, Tabloid Ideas, Tabloid Bestari, Jawa Pos Radar Malang, Majalah Reform dan lain Sebagainya. Salah satu puisinya :

Senandung Tubuh Luruh
Keranda di atas trotoar
Mengirim kabar yang gemetar
“Ada tubuh luruh
Di garis tengah jalan
Yang berubah kehitaman.”

Mata kata sekejap sirna dari cahaya
wicara membeku dalam detak kaku
sukma membisikkan syair selamat datang
Pada bentangan kafan dan galian liang
Di hari petang yang lengang.
Suaranya lirih karena perih.

Jalan dikurung deru luka
Pilu tumpah tersedu-sedu
Batas telah memberi akhir
Melambaikan kain hitam menyerupai
kerudung di tengah kerumunan peziarah.
wajah mereka bersemuka dalam nada
terpaut kalut di tepi garis maut
Tempat nyawa dijemput.

Airmata memendar di langit terbuka
Melukis nestapa yang sia-sia.
Batin tak henti melantunkan tembang luruh
di pinggir waktu yang hening dan gaduh.

Malang, Juli 2005

W.Haryanto


W. Haryanto
(Surabaya)

Lahir di Surabaya, 14 Oktober 1972.. Penyair, Ketua redaksi Majalah Kidung, dan Komite Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur. Menamatkan studinya di Fakultas Sastra Unair Surabaya. Karya-karyanya tersebar di beberapa media massa antara lain: di Jurnal Kalam, Jurnal Filsafat Mitra, Sastra, Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Puitika, Bali Post, Surabaya Post, Mimbar, Penyebar Semangat, Retorika, Suara Airlangga dan lain-lain. Puisinya berjudul Rumah Impian memperoleh juara II dalam Peksiminas ke-5 tahun 1999, sejumlah puisinya yang lain terkumpul dalam pelbagai antologi antara lain : Zaman (1995), Keajaiban Bulan Ungu (2000), Luka Waktu (1998), Memo Putih (2000), Malsasa 2000 (2000), Kabar SakaBendul Merisi (2001), Gelak Esei dan Ombak, Puisi Bentara (2001,2002), Birahi Hujan (2004), Dian Sastra for President : End of Trilogy (2005), dan Duka Atjeh Duka Bersama (2005). Antalogi tunggalnya Labirin Dari Mata Mayat (2003), Cerita Buat Putri Rajab (2004). Kini bekerja sebagai staf Balai Bahasa Surabaya. Salah satu puisinya :

Aku Berdiri Dalam Bayangmu Seperti Pencuri
--kepada : N

1.
Dulu, Tak ada bulan,
lalu aku patah. Dingin kencang
menyisir batas yang tak sengaja
kucemaskan. Kemarin
dan lama,

Masih aku berhutang satu hal, barangkali
pilihan yang terburu. Kerdip sunyi,
bau basi ikan asin—

Lama,
aku bermain dengan suram, mencerca,
sisa gerah yang riuh tanpa penghubung
angsa-angsa yang mendesak lapar. Dalam
semua bayangan, Juni yang pemalu
yang tersisih

ke bumi yang letih. Tak lebih gigih, lampu
lampu kerjap pada kota yang lama,
lupa, cuma dengus, lalu dalih
seperti pijar
2.
--di Stasiun Tugu
…. begitu menekan. Orang-orang berebut kursi
dan letak sumur,

biar harum, atau tatapan licik
kupu-kupu bubar sisih menyisih. Seperti perempuan
menunggu tumpangan ; O cahaya April

bunga batu menekuk lutut
merah berpacu dengan tali kekang
berputar, tali diputar, pilihan atau mata
yang ingin tahu—jauh ke dalam hulu
jam 3, stasiun tugu, lampu-lampu jingga
bukan anjing. Kau tahu
melulu sundal. Kau bisu

Tuhan, ini bukan mimpi bualan
adakah yang lebih lantang ketimbang bimbang
pesanmu pucat, mencicip burung lingsir
Dapatkah sedetik saja, aku jatuh
ke hilir payudaramu, mencicip urat
urat susumu—” sungguh,
ini bukan kesan yang luang.”
Bersama orang-orang pesisir kubentuk burung
dari potongan bayangan

Beri debarmu—
beri kepada minat angin yang menyapu kampung
kampung awan,”beri aku kesanmu, biar aku tak terlalu rindu.”
Tapi bulan mati. Kadang kusuka
acuh. Takbir yang singkat dan lebih terburu
Meringkas formasi angsa. Agustus ketiga, sapuan warna biru,
Batas antara kesan dan warna
Lalu kubuka kancing-kancing bajumu, lekat
ke harum susumu
Tak cukup bubuhkan tanda ke pesisir
Tuak atau pucat muka nahkoda
pada penghubung antara awan dan tatapan
Kita Cuma berkisar dengan saling menandai
Tanda koma pada almanak

Tapi angin. Semua besertanya : aku & buih ….kehadiran
& kemalangan. Kita sama—dalam menyadari tapi tangan kita
terkunci
di belakang karnaval

Tapi sabtulicik seragam hitam. Tuhan yang miskin yang pander
yang mainkan lagu yang palsu. Dapatkah kita lapang dengan
menyadari cinta ke buritan

(Surabaya, 6 September 2005)

Vddy Ad Daery


Viddy Ad Daery
(Lamongan)

Lahir di Desa Laren, Lamongan 28 Desember 1961 dengan nama Drs. Anuf Chaviddi. Menulis puisi sejak di SMA N IV Malang. Tapi ngetop sejak menulis puisi “Surabaya Mari Berbicara Empat Mata” sewaktu mahasiswa tingkat I FISIP Unair Surabaya. Puisinya itu mendapat penghargaan dari Festival Puisi (1981), lalu dipakai sebagai puisi wajib final Lomba Deklamasi DKS (1982), dan dibikin videoklip oleh TVRI Surabaya dua kali,dan sejak tahun 1983 dijadikan puisi wajib pada upacara HUT di Kantor Walikota Surabaya pada zaman Walikota Dr.Purnomo Kasidi. Kini bekerja sebagai konsultan pada production hous IFCARD Jakarta dan membina jaringan kursus televise di Surabaya dan Jatim. Disamping itu, hampir setahun sekali, diundang menjadi pembicara pada pertemuan budaya di Negara-negara Asia Tenggara dan Australia. Penyair ini juga aktif menulis kolom, puisi, cerpen, novel, naskah televise dan aktifis organisasi Komunitas Penyiaran Indonesia, Jakarta. Salah satu puisinya :

Laut Langkawi

Aku naik jetty dari Kuala Kedah
Nun di cakrawala, dipermainkan gelombang
Pulau Langkawi bagai kiambang

Laut membuncah, kapal-kapal nelayan berangkat
Bagai barisan armada Merong Mahawangsa

Berjajar pulau dan karang
Berlabuh satu dua perahu kumbar
Aku membayangkan zaman dulu
Perahu dagang dan perompak kejar-mengejar
Di manakah orang-orang Coromandel menukar tembikar ?
Di manakah armada besar Sri Wijaya menebar jangkar ?

Di ceruk mana mereka larung Putri Mahsuri ?
Di teluk mana perahu Mojopahit mencari Gunung Jerai ?

Belum habis tanya dan kenang
Telah tampak Dataran Tinggi Elang
Langkawi dijaganya, dengan sayap terkembang
Karena dia bangga, Langkawi tak lagi bernasib malang
Tak seperti negeriku
Tempat kami menyesal dilahirkan

Pulau Langkawi, seberang Kedah, Malaysia November 2000

Puput Amiranti N.


Puput Amiranti N.
(Surabaya)

Lahir di Jember, 24 April 1982. Mahasiswa Unair (S I) Jurusan Sastra Inggris. Dulu pernah aktif di teater kampus sebagai sutradara, tim musik, actor dan penulis naskah serta terlibat dalam beberapa forum diskusi sastra dan seni, selama 2001 hingga pertengahan 2005. Karya-karyanya berupa puisi pernah dimuat di : Surabaya News, Surabaya Post, Surya, Jawa Post, Media Indonesia, Aksara, Lampung Post, Pikiran Rakyat, Jurnal Perempuan Jurnal Dewan Kesenian Jawa Timur-Bende dan beberapa antologi puisi Permohonan Hijau (FSS 2003), Antologi Penyair Jawa (FSS 2004), Dian Sastro For President : Pesona Gemilang Musim dan antoligi sendiri Impian Bunuh Diri (Gapus,2004). Juga termuat di media online Indonesia Australia, AIAA News dan pernah dibacakan di radio Indonesia-Jerman, Deutsche-Welle (Jan,2004). Salah satu puisinya :

Menuju Bulan

I. malam merekam pucat bayangan
suara-suara ketakterhinggaan
timbul tenggelam, tubuhku menelikung
remuk
oleh keberadaan waktu
hanya mitos-mitos kelelawar

II. mungkin kita saling berciuman
di bawah bulan tak mengenal
tubuh kita perdu terbakar
cahaya-cahaya lalu lalang
menggambar bayangan sendiri
gedung-gedung ingatan pecah di arus matamu
penglihatan yang tak kita yakini

III. kita tak lagi hujan
kita tak lagi sunyi
selain merangkum kemarau bimbang
di patahan ranting, benak kita licin
lebih terjal dari impian bibir musim
sementara pantulan-pantulan gema
kita terbang
terbaring, seperti ular yang baru dijinakkan
tanpa gairah apa-apa
selain bukan keinginan tak berdosa

Surabaya, 2004

Suhairi


Suhairi
(Jember)

Lahir di Sumenep, Madura, alumnus Pondok Pesantren mambaul Ulum bata-bata, Pamekasan. Beberapa karyanya telah dipublikasikan di beberapa media; Jawa Pos (Deteksi), Harian Surya, Mimbar Pembangunan Agama, Radio Suara Jerman Deutche Welle, Radar Jember, Tabloit Orbit (Jember), Jember News dll. Salah satu puisinya dimuat dalam antologi bersama “Puisi Rakyat Merdeka” (Radio Nederland, Belanda, bekerja sama dengan PT. Grasindo; 2003). Juara I Putra Lomba Baca Puisi se-Universitas Jember (2004). Juara I Lomba Karya Tulis Mahasiswa se-Fakultas sastra Universitas jember (2005). Juara II Lomba Karya Tulis Mahasiswa se-Universitas Jember (2005). Pernah menjadi wartawan majalah Sastra Fadilah (Yogyakarta) dan Tabloit CAKRAWALA (Jember) Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia rayon Fakultas Sastra (2005-2006). Ketua Umum Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Jember (2005-2007). Ia masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Jember semester IX. Salah satu puisinya :


Kuharap Ini Doa

Seperti kemarin,
Malam ini aku masih mengasah doa
pada lempeng nurani
yang semakin tipis dan habis
Aku ingin membunuh hitam dan kelam
biar langit membelah diri
menjadi lorong setiap doa
yang kutata dengan air mata

Tuhan!
Kata-kata yang telah kususun
bersama gelap
Kuharap bukan khayalan
tapi doa yang masih tertunda
sampai di terminal-MU!

S,Yoga


S. Yoga
(Ngawi)

Lahir di Purworejo Jawa Tengah, alumnus Jurusan Sosiologi FISIP Unair Surabaya. Kini bekerja sebagai Fasilitator Kecaatan untuk Program Pembangunan Kecamatan di Sumenep-Madura.Karya- karyanya dimuat antara lain : Jurnal Cerpen, Jurnal Puisi, Graffit Imaji-Antologi Cerpen YMS 2002, Para Penari-Lomba Cipta Cerpen Naional Kota Batu 2002, Sepuluh Besar Lomba Cipta Cerpen Naional Bali Post 2002, Dari Negeri Asing-Lomba Cipta Cerpen Forum Lingkar Pena 2002, Antologi Dari Zefri sampai Puncak Fujiyama - Lomba Cerpen Kreativitas Pemuda Diklnas & IICW 2002 Antologi Puisi Indonesia 1997, Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001-Kompas, Amsal Sebuah Patung-Borobudur Awart 1997, Lampung kenangan : Lomba cipta Puisi Krakatau Awar 2002, Lomba Cipta Puisi Krakatau Awar 2004, Maha Duka Aceh : Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin 2005, Semi Finalis Poetry Com Agustus 2002, Lomba Cipta Cerpen dan Puisi KOPISISA 1998, Permohonan Hijau-Antologi Penyair Jawa Timur 2003, Dewan Bahasa Malaysia. Dan termuat di media massa lokal dannasional. Puisinya Shiluet Negeri Tropis pernah dibahas dan dibacakan di Radio Jerman. Filmnya : Ia yang Pergi dan Ia yang Kembali terpilih sebagai film terbaik.Naskah Drama :Rumah di Tubir Jurang terpilih lima naskah untuk dipentaskan dalam Festival Teater Remaja se-Jawa Timur 2005. Salah satu puisinya :

Joko Tole

aku lahir tanpa ayah dan ibu yang merumat
seolah anak jadah yang tak terhormat
menurut cerita tiba tiba aku lahir karena terjerat
sepasang kekasih yang bermesraan berat
dalam mimpi yang gawat

aku ingin sekali mencari
ayah dan ibu

aku datangi pasar pasar
terminal terminal, tambak tambak
sungai sungai, sampan sampan, ladang ladang
pedagang tembakau, petani garam, pandai besi
para nelayan dan bromocorah
tak seorang pun tahu
mereka hanya menjawab dengan
pandangan mata mendelik
dan menjauh dari bangkai hidup

para kyai dan para dukun
mengusahakan bahwa aku
lahir dari bumi dan berayah langit
di mana aku berdiri
di situlah aku dipangku ibu
di mana aku memandang
di situlah aku menatap ayah
maka aku memandang malam kelam
sebagai ayah sepanjang hayat

aku seberangi samudra dengan asin garam
aku bertanya kepada laut luas
di mana ayah ibuku
gelombang laut menjawab
kembalilah ke daratan
dan tancapkanlah sepotong kayu

buat kamu berteduh
lawanlah musuh musuh alam
agar kau mengerti kehidupan
di situlah kau akan bertemu ayah ibumu
yang sebenarnya
kebenaran akan terkuak
sehelai demi sehelai
kebaikan akan terpancar dari jiwamu
yang bijak dan pemberani
rahasia hidup akan terwujud
dari hati nurani yang abadi

di bawah pohon gayam aku bersamadi
dengan kelelawar merah menemani
bergantungan di rahang rahang pohon
berhari hari tubuhku seperti batu
lumut melumut habis ragaku
namun jiwaku semakin bersih
dari rasa dendam dan benci
kini pohon pohon tumbuh dalam jiwaku
buah buah merekah dan matang dalam jiwaku
binatang binatang berumah dalam jiwaku
lautan berdeburan dalam jiwaku
angin berembusan dalam jiwaku

namun perjalanan masih panjang
mencari ayah ibuku sendiri
ayah ibu yang melahirkanku
ayah ibu yang menciptakanku


*Legenda asyarakat Madura seorang tokoh pemberani yang konon
lahir dari sebuah mimpi Putri Koneng dan Adipuday

Sumenep, 2005

Indra Tjahyadi


Indra Tjahyadi
(Malang)

Lahir di Jakarta, 21 Juni 1974. Staf pengajar di Fakultas Sastra & Filsafat Universitas Panca Marga. Probolinggo. Alumnus Fakultas Sastra Universitas Airlangga Surabaya. Menulis esai, puisi dan cerpen. Juga aktif menterjemahkan karya-karya sastra berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Karya-karyanya, baik puisi, esai maupun cerpen, termuat antara lain :di AIAA News (Australia), Bahana (Brunei), Horison, Jurnal Cipta, Sastra, , Jurnal Puisi, Kompas, Koran Tempo, Republika, Suara Karya, Surabaya Post, Surabaya News, Jurnal LaminSastra, Jawa Pos, Bali Post, dan lain-lain.Juga di kumpulan puisi bersama, antara lain: Upacara Menjadi Tanah (1996), Adakah Hujan Lewat Di Situ (1996), Seribu Wajah Lilin (1997), Rumah Yang Kering (1997), Luka Waktu; Antologi Puisi Penyair Jawa Timur ’98 (1998), Penunggang Lembu Yang Ganjil (2000), Gelak Esai dan Ombak Sajak Anno 2001 (2001), Hijau Kelon & Puisi 2002 (2002), Manifesto Surealisme (2002), Permohonan Hijau (2003), Birahi Hujan (2004) dan Dian Sastro for President; End of Trilogy (2005). Tahun 1997, kumpulan puisinya Yang Berlari Sepanjang Gerimis memenangkan Juara I Lomba Cipta Puisi Kampus Nasional 1997. Ia salah satu pemenang Sayembara Penulisan Cerpen dan Puisi “Hadiah Tepak” yang diadakah oleh Majalah Sastra dan Budaya Dewan Kesenian Kabupaten Bengkalis. Puisi-puisinya juga pernah dibacakan di Radio Deutsche Welle. Ia pernah membacakan puisi-puisinya di Festival Seni Surabaya 2003 dan Pertemuan Sastrawan Nusantara ke XIII. Juga pernah membacakan sajak-sajaknya di TIM dalam acara Cakrawala Sastra Indonesia. Manuskrip kumpulan puisinya Di Bawah Nujum Kabut tercatat sebagai salah satu nominasi penghargaan KSI Award 2003. Beberapa puisinya dalam bahasa Inggris termuat di Big Lick Literary Review; a Multicultural Arts Ezine yang diterbitkan di Roanoke, Virginia-USA dan Conestoga Literary Journal.Ekspedisi Waktu (2004) adalah buku kumpulan puisi tunggalnya yang sudah terbit. Salah satu puisinya :

Maut yang Meledak

Maut yang meledak bersigithik di dasar bayanganku.
Kelam yang terpejam dikulum dosa hantu-hantu.
Seperti riwayat pohonan tumbang
di sepanjang jalan menuju rumahmu,
mayatku yang pemberontak berpeti kabut, memanggili lindu.
Hujan demikian brutal, bergulingan di sepanjang tidurku.

Kemiskinanku yang memuja ajal merentangkan jembatan,
menghubungkan selangkang para pengemis dengan pilu.
Jenazah angin munting-rumpang, membelah diri di puncak unggun.
Menuju pulau-pulau yang dilepas cahaya,
karnaval belatung menggaungkan mendung kebisuanku.
Maling-maling bersiul—menenggak setiap tetesan arak air kencingku!

Segala asal-usul menggerogoti jejakku yang makin tua dan rabun.
Isyarat halimun tiba-tiba berbentuk perahu, melarungkan pilu.
Sayang, mataku mati rasa, keperihanku memutih melebihi salju!
Bunga-bunga kana yang hijau dalam gerhana mencercapi bangkaiku.

Tengkorakku pucat terkapar di taman-taman kota
tak berumput. Sebagai sebuah revolusi, kekosonganku meletus.
Sepanjang negri insomnia batu-batu, ode perselingkuhan
pelirku yang mengeras mengidap sifilis, bersibalas pantun
dengan peluru. Katakanlah betapa aku mencintaimu.
Di akhir setubuh, jasadku yang dirundung tenung. Aku
Neraka mengerang, kembali melupakan Tuhan, membiarkan
malam hidup sedu bersama gemuruh.

2002-2005

Muhammad Choirul Anam


Muhammad Choirul Anam
(Boyolali)


Lahir di Boyolali 6 Juni 1983. Karya-karyanya pernah dimuat di media massa lokal seperti Solo Pos, Bengawan Pos, Horison. Ikut dalam antologi bersama puisi dan cerpen berjudul “ Kisah Cinta Plastik “ dan Telah menghasilkan satu buah kumpulan puisi “ Aku Belajar Menulis Kepada Sepi dan Belati “. Sampai saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa, UNS. Salah satu puisinya :

Mengeja Malam Runtuh dan Kejatuhan Bintang

gununggunung malam runtuh
ketika bintang sedang menjaga kejatuhannya
kabut gelisah dengan warna hitam yang mengitari tubuhnya
sementara langit hanya bersedekap
menunggumatahari yang sebentar lagi akan naik di punggungnya

aku lupa memandang gelap
aku luput menghitung cahaya
sementara rekaat telah memburai menjadi neraka

ruang renung, mei4, 2005

Arbensjah Damayanto

Arbsjaynch Damayanto
(Dibaca Arbensjah Damayanto)
(Malang)

Lahir di Ampenan (lombok Barat)-NTB, 26 September 1963. Dalam berkesenian selalau memakai nama Bens Damayanto. Menulis secara otodidak, mulai menulis tahun 1983 masih aktif menulis sampai sekarang. Puisinya dimuat di beberapa media massa seperti : di Harian Surabaya Minggu, Harian Surya, Harian Sore Surabaya. Ia masuk finalis ( 10 besar ) dalam rangka Valentine Day yang diselenggarakan oleh Jawa Pos – Radar Malang, tahun 2004. Salah satu puisinya :

Sepotong Roti Pengganjal Mimpi

Kehangatan hari dan cericit burung, tak ada lagi di sini
terberangus sudah
belantara jelmakan hujan air mata
mendera mimpi kanak-kanakmu;

“Tak ada lagi mimpi itu nak, tak ada lagi, ia sudah pergi,
pergi bersama angkara yang tumbuh
di antara sulur-sulur mereka”

Embun masih menggayut
dibening kejora matamu
redup menghapuskan harapan
terserabut sudah

ini kali masih ada sepotong roti
sisa kemarin pagi
punguti, lumati sebagai pengganjal mimpi
lalu terbanglah tinggi
sampai ke langit
jumuti bintang-bintang itu
lalu sematkanlah di dalam hati;

Malang, 2004

Anam Khoirul Anam

Anam Khoirul Anam
(Ngawi)

Lahiran Ngawi, 26 Juni 1982 ini sangat gemar membuat puisi bermadzab-kan Puitik Romantic. Hasil karyanya telah dipublikasikan di berbagai media dan menjadi juara III pada lomba puisi se-UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Sekarang sedang menyelesaikan studi di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta yang sebelumnya telah menyelesaikan Program D2 Tarbiyah-nya di UII Madiun. Selain itu, aktif di Lesehan Seni dan Budaya Kutub Yogyakarta, dan sekaligus menjadi Koordinatornya, yang di asuh Sastrawan Zainal Arifin Thoha Beberapa karyanya: Tersenyumlah Untuk cinta, Mahabbah; Risalah Cinta ‘Penjara Suci’ (Novel). Salah satu puisinya :

Bulan Sabit Menangis

Subuh berkerudung gelap,
sedikit percik bintang: temaram
terkupas-telanjang, tercabik matahari
dan, meninggalkan jejak mimpi bagi bumi
selepas kumandang alam yang berkokok
(laiknya janin dari rahim)
dari restu Jagad Purna
di langit kulihat bulan sabit menagis,
sedu-sedan, sendiri,
(simpulkan senyum masam auranya)
karena meninggalkan kekasih bernama mimpi
dan, melawan musuh bernama hari
tampak kabut mengumpul-gumpal
hitam-putih
biaskan cahaya sendu
:redup-terang
Sedang aku masih saja terdiam, terkantuk sepi
di sini, keterjagaan fana.
di pembaringan—angan tak berujung,
merenungi kisah mimpi, merenung
tadi malam—bersamamu
entah?

Jogjakarta, 28 November 2005