Selamat datang di Kawasan Penyair Jawa Timur Terima kasih atas kunjungan Anda

Kamis, 23 Februari 2012

Edy Sumartono


Edy Sumartono lahir di Blora 8 Juni 1969, lulusan Teologia, bekerja sebagai Pendeta Jemaat Gereja Kristen Indonesia dengan basis pelayanan GKI Tulungagung. Kumpulan puisinya “Naik Kereta Bersama Ayam”
Alamat : Wisma Indah B 62 Kedungwaru Tulungagung 66224 Jawa Timur




wayang kehidupan

layar lebar putih terbuka
asap dupa membumbung seiring doa kepada sang hyang widhi
blencong dinyalakan terangi layar lebar putih
dalang tua berjenggot putih membeber lakon :

alkisah di negeri antah berantah...
negeri yang gemah ripah
hutan, laut dan gunung nan limpah
satwa dan bunga nan ruah

negeri yang enyahkan penindas, penjajah
dengan semangat yang tak kan patah
oleh rakyat yang gagah

negeri yang menjunjung tinggi musyawarah
rakyat yang menentukan segala arah
tidak hanya pemerintah

lalu...
datanglah gara-gara
negeri terpecah belah
kacau balau

datanglah penunggang gajah....
tentramkan negeri
kembangkan industri
masukan hutang luar negeri
musyawarah dikebiri
mereka yang menentukan segala arah
yang ada hanya satu perintah : stabilitas

maka lahirlah orang berdasi...
menyerobot tanah
hutan, laut dan gunung dijarah
satwa dan bunga dirayah
untuk industri megah
untuk rumah para pemegang perintah
untuk menimbun uranium demi lampu yang cerah

apa yang terjadi dengan rakyat...
keluh dan kesah
hilanglah hak dari allah
haruskah menyerah ?

musyawarah payah, payah, payah dan payah, ya payah
rakyat resah, resah, resah dan resah, ya resah
rakyat susah, susah, susah dan susah, ya susah

dalang tua berjenggot tancapkan gunungan
titikan air mata
kisah sedih terbeber sudah
dalang dan penonton bertanya : inikah lakon kehidupan kami ?

bandungan 10 Feb 1992


panen terakhir

panen tiba...
petani riang bahagia penuh harap
harap akan hidup lebih indah
harap akan baiknya harga gabah
harap akan sawah yang senantiasa gemah ripah
harap akan tetap dapat mengarap dan memiliki sawah
harap akan dapat mewariskan semuanya kepada putra wayah
dan harap, harap dan harap, harap itu akankah menjadi kenyataan

panen tiba...
petanibimbang ragu dan cemas
cemas akan anjloknya harga beras
cemas akan harga pupuk yang melambung ke atas
cemas akan hama yang mengganas
cemas akan pabrik dan gedung yang kian merembas
cemas akan tikus berdasi yang selalu memeras
cemas akan air yang kian terkuras
dan cemas ini akankah terjawab ?
atau hanya dikemas dalam saku sfari pejabat teras

panen tiba...
petani tanya, tanya dan bertanya
bertanya tentang hari esok
bertanya tentang belaian angin manja senja
bertanya tentang sirnanya embun pagi dan mentari pagi
bertanya tentang larinya air sejuk di parit raya
bertanya tentang musnahnya petak-petak dewi sri
bertanya tentang datangnya belantara beton yang kian subur
beranya tentang nasib para bocah
bertanya tentang hilangnya layang-layang musim panen
bertanya tentang hancurnya budaya dan tradisi
dan di atas semuanya itu ia bertanya dan bertanya inikah panen terakhir ?

pecangaan medio oktober 1992


beri aku istirahat

bertahun sudah
aku sangat menderita
dengan bajak dan cangkulmu kemudian traktormu
dengan racun serangga dan pupuk kiamiamu

hancur luluhlah aku
hilang sudah kemampuanku untuk menumbuhkan tunas-tunas baru
aku sangat menderita
mengerang seperti ibu yang sakit persalinan

entah berapa lama lagi itu semua masih kau lakukan kepadaku
aku telah gersang, panas dan sekarat
ajalku telah dekat
humus sudah tiada lekat dalamku

meski demikian kau tetap memaksa dan memperkosa aku
agar aku tetap memberi buah
agar aku tetap menumbuhkan tunas
membangkitkan rantai kehidupan

sekarang,
tolonglah aku
beri aku istirahat
kembalikan tahi kebo dan sapi
aku rindu padanya
sebaliknya aku benci ZA dan ureamu

pecangaan 24 april 1993

republik maling

ketika sebuah negeri
diperintah tanpa hati
maka lenyaplah jati diri
hidup tanpa harga diri
mengemis utang di pelosok bumi

ketika sebuah negeri
diperintah tanpa hati
semua orang ingin menjadi petinggi
bukan untuk mengurus negeri
tetapi untuk menguras perut pertiwi dan memeras rakyat sendiri

ketika sebuah negeri
diperintah tanpa hati nurani
tanpa malu-malu para petingginya jadi pencuri
namun tidak mau dibui
lalu suap kanan kiri

maka jadilah negeri ini
republik maling

bondowoso 10 mei 2002


oh jakarta

jakarta...
kulitku hangus terbakar hawamu yang panas
peluhku kering sudah, terbakar mentarimu yang ganas
tenggorokanmu pecah oleh air minummu
air comberan yang kau campur kaporit
yang kau sediakan bagi anakmu yang tak berduit

jakarta...
kau sudah habis
langitmu bocor
air minummu racun
udaramu debu
daunmu, pohonmu plastik
hutanmu beton

jakarta...
hidupmu sudah tak menginjak bumi
dan mengantung langit
teknologi sampah dari eropa, jepang dan usa
itulah gantungan hidupmu

jakarta, jakarta
kembalilah pada pangkuan pertiwi
dan lindungan angkasa

jakarta 19 juni 1994
kenangan di jakarta selama 29,30 jam


peristiwa

di stasiun tua ini
kereta berhenti
berlompatan para pengasong
dari gerbong satu ke gerbong lainnya
menawarkan nasi bungkus

untuk hidup ini
dan demi sesuap nasi
nyawa dipertaruhkan di atas kereta api
resiko tergencet gerbong itu pasti
dan akhirnya mati

sementara di sudut lain negeri ini
para orang berdasi
berlompatan dari merpati ke sempati
untuk mengatur industri dan membabat negeri
atas rekomendasi sang papi

inilah pemandangan negeri kami
yang diwarnai peristiwa tragis
membuat sebagian orang harus meringis
dan menahan tangis
agar tetap eksis di negeri sendiri

18 juni 1994
di atas ka fajar utama antara semarang - cirebon - jakarta