Fahmi Faqih
Dilahirkan di Banjarmasin pada 26 November. Menulis puisi, esei, dan catatan reportase. Sebagian tulisannya dipublikasin di Harian Surabaya Post, GONG, Pikiran Rakyat, Imajio, Tabloid Pilar, serta di media online seperti www.kabarindonesia.com, utamanya di cyberpunk www.cybersastra.net. Juga ada terhimpun dalam antologi bersama seperti: Antologi Malam Sastra Surabaya 2005 dan 20007, Antologi Penyair Mutakhir Jawa Timur dll.
Sekarang bekerja dan tinggal di
Puisi-Puisinya antara lain :
Hanya sekeluh aduh terucap dari bibirmu
Ketika ratusan kampak Majusi
Mencincang-cerancang pohon itu
Tapi bukan karena sekeluh aduh
Bumi goncang
Langit menggemakan firman
“Zakaria! Itu kata hanya pantas keluar
Dari mulut berhati sumbing. Jahitlah ia
Atau nubuat ini kutarik kembali”
Kau yang akhirnya mengerti
Memilih diam bersama gugur daun-daun
Yang bernyanyi
Dalam cinta
Tak ada beda mawar dan duri
2005
Januari
Dan aku pun pulang
Menuju rumah
Yang hanyut pada kelender
Tanggal demi tanggal
Bertanda lingkaran hitam
Air di sini
Menjelma kuburan
2006
Bohemia
Aku ada di sini entah mengapa
Seperti setiap perjalanan yang usai kulalui
Yang selalu saja tak punya alasan tepat
Untuk kusodorkan padamu –
Seperti udara yang senantiasa kuhirup
Namun selalu gagal untuk kulukiskan
Aku ada di sini entah mengapa
Tapi tolong beri aku kesempatan, sekali saja –
Setidaknya sampai aku punya alasan tepat
Kenapa aku selalu berpindah kota
Sampai kulukiskan udara itu
2006
Di Surabaya
- untuk TS
Di Suarabaya
Kita pun berjanji
Selepas riuh senda Kya-kya*
Kesedihan tak ada lagi
Biarkan membubung bersama asap dupa
Setelah Ampel** kita ziarahi
Di Surabaya
Kita pun menyadari
Kelak
Salahsatu dari kita
: pergi ke balik sunyi
2005
---------------------------------
*) Kya-kya: Tempat makan di sepanjang Jalan Kembang Jepun yang hanya buka malam hari. Dulu bernama Pecinan.
**) Ampel: Kawasan tua, tempat penziarahan di mana Sayyid Ahmad Rahmatullah Sunan Ampel – salahsatu dari Walisongo – dimakamkan
Alun-Alun Selatan 4 Oktober 2006
- Kepada Arahmaiani
Hari itu
Langit menghantarkan sore penuh debar
Bergemuruh di dadaku
Bergedup di dadamu
“Siapakah yang sanggup menahan ketukan rindu
Di pintu hati yang lama beku?”
Kau telah menghindari jalan ini ribuan kali
Dan aku sengaja menyesatkan diri
Ke balik malam dan mimpi
Tapi hari itu
Di sore yang penuh debar itu
Airmata
Sanggup melubangi batu!