Selamat datang di Kawasan Penyair Jawa Timur Terima kasih atas kunjungan Anda

Senin, 15 Oktober 2007

Indra Tjahyadi


Indra Tjahyadi
(Malang)

Lahir di Jakarta, 21 Juni 1974. Staf pengajar di Fakultas Sastra & Filsafat Universitas Panca Marga. Probolinggo. Alumnus Fakultas Sastra Universitas Airlangga Surabaya. Menulis esai, puisi dan cerpen. Juga aktif menterjemahkan karya-karya sastra berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Karya-karyanya, baik puisi, esai maupun cerpen, termuat antara lain :di AIAA News (Australia), Bahana (Brunei), Horison, Jurnal Cipta, Sastra, , Jurnal Puisi, Kompas, Koran Tempo, Republika, Suara Karya, Surabaya Post, Surabaya News, Jurnal LaminSastra, Jawa Pos, Bali Post, dan lain-lain.Juga di kumpulan puisi bersama, antara lain: Upacara Menjadi Tanah (1996), Adakah Hujan Lewat Di Situ (1996), Seribu Wajah Lilin (1997), Rumah Yang Kering (1997), Luka Waktu; Antologi Puisi Penyair Jawa Timur ’98 (1998), Penunggang Lembu Yang Ganjil (2000), Gelak Esai dan Ombak Sajak Anno 2001 (2001), Hijau Kelon & Puisi 2002 (2002), Manifesto Surealisme (2002), Permohonan Hijau (2003), Birahi Hujan (2004) dan Dian Sastro for President; End of Trilogy (2005). Tahun 1997, kumpulan puisinya Yang Berlari Sepanjang Gerimis memenangkan Juara I Lomba Cipta Puisi Kampus Nasional 1997. Ia salah satu pemenang Sayembara Penulisan Cerpen dan Puisi “Hadiah Tepak” yang diadakah oleh Majalah Sastra dan Budaya Dewan Kesenian Kabupaten Bengkalis. Puisi-puisinya juga pernah dibacakan di Radio Deutsche Welle. Ia pernah membacakan puisi-puisinya di Festival Seni Surabaya 2003 dan Pertemuan Sastrawan Nusantara ke XIII. Juga pernah membacakan sajak-sajaknya di TIM dalam acara Cakrawala Sastra Indonesia. Manuskrip kumpulan puisinya Di Bawah Nujum Kabut tercatat sebagai salah satu nominasi penghargaan KSI Award 2003. Beberapa puisinya dalam bahasa Inggris termuat di Big Lick Literary Review; a Multicultural Arts Ezine yang diterbitkan di Roanoke, Virginia-USA dan Conestoga Literary Journal.Ekspedisi Waktu (2004) adalah buku kumpulan puisi tunggalnya yang sudah terbit. Salah satu puisinya :

Maut yang Meledak

Maut yang meledak bersigithik di dasar bayanganku.
Kelam yang terpejam dikulum dosa hantu-hantu.
Seperti riwayat pohonan tumbang
di sepanjang jalan menuju rumahmu,
mayatku yang pemberontak berpeti kabut, memanggili lindu.
Hujan demikian brutal, bergulingan di sepanjang tidurku.

Kemiskinanku yang memuja ajal merentangkan jembatan,
menghubungkan selangkang para pengemis dengan pilu.
Jenazah angin munting-rumpang, membelah diri di puncak unggun.
Menuju pulau-pulau yang dilepas cahaya,
karnaval belatung menggaungkan mendung kebisuanku.
Maling-maling bersiul—menenggak setiap tetesan arak air kencingku!

Segala asal-usul menggerogoti jejakku yang makin tua dan rabun.
Isyarat halimun tiba-tiba berbentuk perahu, melarungkan pilu.
Sayang, mataku mati rasa, keperihanku memutih melebihi salju!
Bunga-bunga kana yang hijau dalam gerhana mencercapi bangkaiku.

Tengkorakku pucat terkapar di taman-taman kota
tak berumput. Sebagai sebuah revolusi, kekosonganku meletus.
Sepanjang negri insomnia batu-batu, ode perselingkuhan
pelirku yang mengeras mengidap sifilis, bersibalas pantun
dengan peluru. Katakanlah betapa aku mencintaimu.
Di akhir setubuh, jasadku yang dirundung tenung. Aku
Neraka mengerang, kembali melupakan Tuhan, membiarkan
malam hidup sedu bersama gemuruh.

2002-2005

Tidak ada komentar: